Jul 06, 2020 - 03:11
post image

Gerbang Kota - Cerpen

Sore itu, aku dilanda kebosanan yang luar biasa. Jenuh setengah mati. Dan begitulah hari mingguku, satu-satunya hari libur yang kumiliki dalam hitungan minggu. Tidak seperti orang-orang lain itu. Seandainya Tuhan hanya mengizinkan manusia untuk memiliki satu rasa iri, tentu saja aku sangat iri pada mereka yang punya 2 hari libur dalam kalender mingguannya.

Sebagai satu-satunya hari libur yang kumiliki, aku biasanya lebih senang menghabiskan hari mingguku untuk mengistirahatkan diri di sepetak kamar yang kusewa sejak 6 tahun lalu. Turut andil menjadi “kaum rebahan”, istilah yang dipopulerkan oleh anak-anak milenial yang hidupnya telah berpindah ekosistem dari dunia nyata ke dunia maya. Belakangan malah mereka membuat istilah baru lagi, “horizontal body battery-saving mode“. Biar kedengaran lebih keren katanya.

Miris, sih. Tapi ya bagaimana lagi. Toh memang nikmat sekali rasanya menjadi kaum rebahan seharian setelah 6 hari melakukan rutinitas untuk menyambung hidup. Toh segala yang kita butuhkan juga sudah tersedia di dalam gadget. Sekarang informasi apa yang tidak bisa kita akses lewat gadget? Semuanya bisa. Tanpa bertanya kabar pun kita bisa tahu apa yang dilakukan orang lain melalui postingan-postingan yang mereka unggah di akun media sosial. Kita tahu siapa yang disukai dan yang tidak disukai si A, si B. Tinggal lihat saja komentar-komentar mereka di media sosial, apakah berupa pujian atau nyinyiran.

Capek menelisik hidup orang lain, laper? Tinggal buka aplikasi pesan antar makanan di gadget, pilih makanan, pesan, lalu tunggu beberapa menit, makanan akan datang sendiri di depan kamar. Tak perlu repot-repot lagi pergi jauh keluar kamar. Situs hiburan semacam games, tv channel pun juga kian merebak melalui aplikasi-aplikasi baru yang diciptakan.

Tapi memang manusia ini dasarnya mudah sekali bosan. Seluas apa pun akses dunia maya bisa dia genggam, tetap saja lama-lama dia bosan juga. Itu pulalah yang sering kali terjadi padaku ketika hari minggu hanya tinggal tersisa sepertiganya lagi. Pilihan apa lagi yang bisa dilakukan selain memaksa diri untuk keluar. Aku beranjak dari kasur, mengambil tas dan menyambar kunci motor di atas rak buku yang telah berdebu. Mau pergi ke mana? Aku juga tidak tahu.

Seperti yang sudah-sudah, ketika aku tidak punya tujuan pasti, aku hanya mengarahkan motorku menyusuri jalanan kota. Bukan kota sih, lebih tepatnya jalanan provinsi. Aku tinggal di salah satu provinsi kecil di negara yang disebut orang sebagai negara berflower, di provinsi yang “berbeda” dengan provinsi-provinsi lain. Orang-orang menyebutnya sebagai daerah istimewa. Hanya ada 5 kota di provinsi ini, satu kota besar sebagai pusat atau ibu kota, dan 4 kota kecil lain.

Aku terus melajukan motorku melewati pinggiran kota hingga lurus terus ke arah barat, melewati jalan lingkar yang ramai dilalui truk-truk besar. Aku tidak tahu lagi sudah berapa lama aku di atas motor. Angin sore memang selalu menyenangkan sekali. Sampai akhirnya aku tiba di suatu gerbang kota. Gerbang kota yang sudah tidak jelas lagi tulisannya karena rusak. Gerbang kota yang belum pernah kulihat sebelumnya. Apakah ini adalah salah satu kota bagian dari daerah istimewa ini? Bisa jadi iya, tapi aku sendiri tidak yakin. Bagaimana mungkin gerbang kota yang sudah sedemikian rusak hingga tak terbaca tulisannya ini tidak diperbaiki? Apakah pemerintah kota ini yang terlalu sibuk atau memang mereka pura-pura tak melihatnya? Ah, lagi pula itu juga bukan urusanku.

Senja belum sepenuhnya bertengger di puncak cakrawala, aku masih punya cukup waktu untuk mengelilingi kota ini. Karena aku penasaran, aku memasuki kota. Sawah-sawah yang kering bekas tanaman menyambut sepanjang jalan. Mungkin warga kota ini baru saja selesai panen. Setelah beberapa lama, barulah terlihat rumah-rumah penduduk. Sebenarnya ada yang sedikit aneh dengan kota ini. Mengapa kota ini sepi sekali? Aku sudah menjumpai rumah-rumah penduduk di sepanjang jalan, tapi mengapa aku tak melihat seorang pun melintas di sini atau sekadar duduk-duduk santai di depan rumah mereka? Tidakkah mereka menyadari sejuknya angin sore kota ini?

Aku terus melajukan motorku sambil menikmati udara segar sore hari di kota yang baru kulintasi ini. Aku melintas cukup jauh, hingga akhirnya aku sampai di persimpangan jalan. Tepat di ujung persimpangan jalan itu, ramai sekali orang-orang berkumpul di sana. Oh, rupa-rupanya ini sebabnya kota ini tampak sepi sekali sejak aku memasukinya. Ternyata mereka sedang berkumpul di sini, di semacam alun-alun kota. Sebenarnya tempat ini terlalu kecil dan sederhana jika disebut sebagai alun-alun kota, tapi terlalu besar dan megah juga jika disebut sebagai lapangan kampung.

Terserahlah apa sebutannya, yang jelas aku melihat para warga berdiri melingkar mengelilingi lapangan. Aku tidak tahu apa yang mereka lakukan atau saksikan di sana saking banyaknya penduduk yang berkerumun. Mungkin sedang ada pertunjukan tertentu atau upacara perayaan tertentu. Lagi-lagi, karena aku penasaran, aku memarkirkan motor di bawah pohon rindang di samping lapangan dan mendekat.

Ada bapak-bapak paruh baya yang berdiri agak jauh dari kerumunan, masih di dekat pohon rindang. Aku mendekat padanya, bertanya ada acara apa sebenarnya di lapangan ini. Bukannya menjawab, Si Bapak justru pergi begitu saja, meninggalkan aku sendirian & berjalan menerobos kerumunan. Aku mengikutinya, menyibak kerumunan dan pelan-pelan merangsek ke depan. Penasaran dengan apa yang sebenarnya mereka saksikan.

Begitu sampai di barisan depan di antara kerumunan, betapa terkejutnya aku menyaksikan apa yang terjadi di depan sana, sampai-sampai perutku mual dan ingin muntah. Ada sekelompok orang yang sedang melakukan entah atraksi atau apa namanya aku tidak tahu lagi. Mereka terdiri dari 10-11 orang (aku tidak tahu pasti) dengan satu orang terbaring di antara mereka. Darah bercerceran di mana-mana. Apa yang dilakukan orang-orang ini? Mereka tengah memakan tubuh seseorang yang terbaring di antara mereka dengan lahapnya. Ini acara apa, pikirku. Semacam “persembahan”-kah? Atau apa? Mengapa begitu sadis dan menjijikkqan?

Sementara itu, dengan sekian banyak penduduk yang menyaksikan, mengapa tak ada satu pun yang terlihat jijik menyaksikan itu semua? Mengapa tak ada pula yang menghentikan sekelompok orang itu? Beberapa orang saling berbisik, menggunjingkan sekelompok orang yang sedang melahap daging dari sesama jenis mereka sendiri. Beberapa lainnya justru asyik merekam kejadian itu dengan kamera ponselnya sambil tertawa-tawa lalu sekilas kulihat mereka mengunggahnya di media sosial. Tak urung apa yang mereka unggah akan menjadi bahan gunjingan pula di dunia maya.

Adatkah? Rasa-rasanya bukan. Di sana aku tak melihat semacam tetua kampung atau tetua adat yang memandu mereka. Tak ada pula pakaian khusus yang mereka kenakan seperti pada umumnya ritual-ritual adat. Mereka semua, baik sekelompok orang di depan maupun orang yang berkerumun semuanya berpakaian normal sama seperti yang kukenakan.

Semakin lama aku semakin mual, lihat saja, darah bercecer di mana-mana, beberapa organ tubuh bagian dalam orang yang dilahap itu telah menyembul ke luar dan sekelompok orang yang mengelilinginya memakannya dengan semakin lahap pula. Mulut dan pakaian mereka telah berlumuran darah. Aku sudah tidak sanggup lagi menyaksikannya. Aku benar-benar ingin muntah. Aku berbalik, menyibak kerumunan orang dan kembali ke tempatku memarkirkan motor. Tanpa berpikir panjang, kunyalakan mesin motor dan kulajukan motorku menuju gerbang kota. Kota macam apa ini? Mengapa ada “pertunjukan” yang sedemikian menjijikkan sekaligus mengerikan di tengah modernitas dunia yang kian gamblang ini?

Entah, aku tidak mengerti. Aku hanya ingin segera pulang dan meninggalkan kota ini secepatnya. Bayang-bayang kengerian kejadian tadi masih terus mengganggu pikiran. Dan hari sudah mulai gelap. Aku panik, kupercepat laju kendaraan, berharap segera menemui gerbang kota dan meninggalkan kota aneh ini. Rasanya sudah cukup lama aku berlalu dari tanah lapang tadi, tapi mengapa tak kunjung kutemui gerbang kota yang tadi menyambutku? Kupercepat lagi laju kendaraan.

Di tengah kepanikan, aku kalap. Aku hampir menabrak anak kecil yang sedang berlari-larian hingga ke jalan raya. Tak punya cukup waktu untuk mengerem sepeda motorku, aku banting stir ke kanan. Entah bagaimana di jalanan yang begitu sepi sejak aku memasuki kota ini tiba tiba ada truk besar muncul dari arah berlawanan dengan kecepatan tinggi dan sudah begitu dekat denganku. Aku memejamkan mata erat-erat. Aku sudah tidak punya kendali atas apa pun lagi. Dan… braaaakkkk.… Hantaman keras itu tak terhindarkan.

Aku tersentak. Peluh membasahi tubuhku. Napasku menderu. Jantungku berdetak sedemikian kencangnya, dan aku lemas. Kulihat tubuhku masih utuh seutuh-utuhnya. Aku tergolek di atas ranjang yang sama sekali tidak asing. Aku masih di tempat yang sama di mana aku menghabiskan hariku sedari pagi, di kamar kosku sendiri. Sembari menarik napas panjang, aku mengumpat dalam hati, “Sialan. Mengapa pula aku tertidur sore-sore begini. Bikin gila saja”. Rupa-rupanya hari sudah mulai gelap. Kuraih ponselku di samping ranjang. Kubuka salah satu aplikasi pesan antar makanan. Aku lapar.

Cerpen ini diterbitkan oleh: Rahayu Oktaviani


Artikel berhasil ditayangkan pada: Jul 06, 2020 - 03:11 WIB.

Bagaimana? apakah kamu menyukai dengan tulisan artikel ?
Jika kamu menyukainya, silakan tulis pendapatmu di kolom komentar ya gengs 😊

atau untuk menulis komentar
Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dan sopan. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu. Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.
Silakan tulis komentar Anda sesuai dengan topik halaman berita ini. Komentar yang berisi SPAM! tidak akan ditampilkan sebelum disetujui oleh team kami. (berkomentarlah dengan baik dan sopan)
Jika Anda merasa bahwa Artikel ini bermanfaat, Anda bisa membagikannya ke teman, sahabat, pacar, keluarga ke Facebook, Twitter, WhatsApp, Pinterest & LinkedIn.
Ini adalah artikel dari komunitas Bianity dan telah disunting sesuai standar penulisan kami. Andapun bisa membuatnya disini.
Penayang artikel dari pengguna Bianity yang diposting di halaman M-story yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.
Seluruh isi konten adalah sepenuhnya hak milik Bianity, jika mengambil isi konten dari Bianity, harap mencantumkan sumber konten link website Bianity. Seluruh isi konten Bianity, mengandung hak cipta yang diterbitkan oleh para penulis (kontributor) Bianity.me.

DISCLAIMER

MODERATOR: Vioza, Agez, Feronica
TEAM EDITOR: Bian, Ayoe, Roys
Bianity
Rilis 03/11/2020 - v.30.1.0
Iklan
Kerjasama

bianity.me[at]gmail.com
Author
Penulis Terverifikasi
Iklan
Berita
Tips untuk Merawat Kulit Wajah Kombinasi
Tips untuk Merawat Kulit Wajah Kombinasi.
Berita
5 Alasan Lain Kenapa Drama 'It's Okay to Not Be Okay' Patut Ditonton
Selain Pesona Kim Soo Hyun, Ini 5 Alasan Lain Kenapa Drama 'It's Okay to Not Be Okay' Patut Ditonton.
Berita
Katakan Sama Dia
Katakan dengan pasanganmu segera!
Berita
Salah Satu Pengguna QUORA, Mempertanyakan COVID Dianggap Sebagai Politik
Salah Satu Pengguna QUORA, Mempertanyakan COVID Dianggap Manipulasi Politik.
atau untuk menulis komentar

ATURAN KOMENTAR

MOHON UNTUK SELALU MENGGUNAKAN ALAMAT EMAIL YANG VALID ( AKTIF ) AGAR KAMI DAPAT MEMBALAS KOMENTAR SOBAT.

Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dan sopan. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu. Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.

rb1
YOUTUBE
BETFLIX
PROMO
SPONSOR
BERITA ACAK
Chocolate, Drama Korea Terbaru Tentang Cita-cita dan Obsesi
Chocolate, Drama Korea Terbaru Tentang Cita-cita dan Obsesi...
Trailer Film Train to Busan 2: Peninsula Dirilis!
Trailer Film Train to Busan 2: Peninsula Dirilis!...
Viral! Reza Rahardian dan Prilly Latuconsina Adalah Prank
(Prilly dan Reza baru saja dikabarkan Taaruf) Viral! Fakta Prilly Latuconsina da...
Bioskop Independen Indiskop Adakan Festival
Bioskop Independen Indiskop Adakan Festival...